Sumber: MIT Media Lab | Editor: Tiyas Septiana
KONTAN.CO.ID - Seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi, kehadiran kecerdasan buatan (AI) telah mengubah cara kita bekerja, belajar, dan berpikir.
Alat-alat AI generatif kini menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, membantu kita menyusun email, menulis laporan, dan bahkan menghasilkan karya kreatif.
Namun, di balik kemudahan yang ditawarkannya, sebuah penelitian mendalam dari MIT Media Lab memunculkan pertanyaan kritis: apa efek jangka panjang dari AI terhadap otak manusia?
Baca Juga: Sebulan Naik 1,57%, Harga Emas Antam Hari Ini Menghijau (28 Agustus 2025)
Studi yang dipimpin oleh peneliti Dr. Nataliya Kosmyna ini secara khusus menguji bagaimana ketergantungan pada AI untuk tugas-tugas kognitif seperti menulis dapat memengaruhi kinerja otak, memori, dan bahkan konektivitas saraf.
Perbandingan Kinerja Otak: AI vs. Otak Manusia
Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih jelas, penelitian ini membagi para peserta ke dalam tiga kelompok utama yang masing-masing menggunakan metode berbeda untuk menyelesaikan serangkaian tugas kognitif:
- Kelompok AI: Peserta menggunakan AI generatif sebagai alat bantu utama untuk menyelesaikan tugas.
- Kelompok Mesin Pencari: Peserta menggunakan mesin pencari konvensional, mengandalkan informasi yang mereka temukan dan memprosesnya sendiri.
- Kelompok "Kekuatan Otak": Peserta menyelesaikan tugas hanya dengan mengandalkan kemampuan kognitif, ingatan, dan pengetahuan mereka sendiri, tanpa bantuan alat apa pun.
Hasilnya menunjukkan sebuah tren yang mengkhawatirkan. Kelompok yang mengandalkan "kekuatan otak" mereka sendiri menunjukkan aktivitas otak yang paling kuat dan kemampuan mengingat yang terbaik setelah menyelesaikan tugas.
Di sisi lain, kelompok yang menggunakan mesin pencari berada di posisi tengah, sementara kelompok yang paling bergantung pada AI mencatat hasil paling lemah dalam hal kinerja otak dan daya ingat.
Temuan ini mengindikasikan bahwa penggunaan AI yang berlebihan dapat mengurangi beban kerja kognitif, yang pada akhirnya berdampak pada kemampuan otak untuk berfungsi secara optimal.
Tonton: Polisi Bubarkan Aksi Massa di Depan DPR
Melemahnya Konektivitas Saraf dan Implikasinya Jangka Panjang
Selain mengukur aktivitas otak, penelitian ini juga mengamati perubahan dalam konektivitas saraf—sebuah konsep yang merujuk pada seberapa efisien berbagai bagian otak saling berkomunikasi.
Dalam fase lanjutan studi, para peneliti menemukan bahwa peserta yang telah terbiasa menggunakan AI dalam beberapa sesi sebelumnya.
Ketika diminta untuk beralih kembali menggunakan otak mereka secara penuh, menunjukkan konektivitas saraf yang lebih lemah dibandingkan dengan mereka yang selalu menggunakan otak mereka sendiri.
Analogi yang dapat digunakan adalah seperti sebuah jalan yang jarang dilalui. Semakin jarang suatu jalur saraf diaktifkan, semakin lemah koneksi yang terbentuk. Jika kita terus-menerus mengalihkan tugas-tugas kognitif ke AI, otak kita bisa kehilangan "jalur cepat" untuk memproses informasi dan memecahkan masalah.
Penelitian ini berfungsi sebagai pengingat penting bagi kita. Meskipun AI menawarkan efisiensi dan kemudahan yang luar biasa, ketergantungan yang berlebihan bisa mengikis kemampuan kognitif kita.
Para peneliti menekankan bahwa AI seharusnya dilihat sebagai alat untuk meningkatkan kecerdasan manusia, bukan sebagai pengganti.
Mendorong penggunaan AI yang seimbang dan bijak adalah kunci untuk memastikan bahwa kita dapat memanfaatkan kemajuan teknologi tanpa mengorbankan kemampuan mental kita.
Selanjutnya: Harga Beras Tembus Rp15.500 per Kg, Zulhas Ungkap Penyebabnya
Menarik Dibaca: Prediksi, H2H, dan Line Up Cremonese vs Sassuolo (29/8): Apakah Bang Jay Main?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News